Dilema Pak RT
Struktur negara paling ujung adalah Rukun Tetangga (RT). Namanya begitu beken hingga sering dijadikan tokoh dalam serial televisi, Pak RT. Pejabat sejuta tugas, segunung resiko, secuil debu penghargaan. Insentif yang diberikan Pemerintah Desa, rata-rata pada kisaran Rp100 Ribu per bulan. Itupun diberikan dalam kurun waktu tak menentu.
Pada masa wabah ini, Pak RT mendapat ujian berupa
tugas super keren. Saking penuh resikonya hingga menjadi sorotan setiap mata dan
kamera ponsel. Keren kan?. Tugas itu adalah mendata penerima bantuan Jaminan
Sosial di sekitar rumahnya.
Sebenarnya dia tahu betul isi dapur setiap rumah
dibawah teritorinya. Tapi tugas tetap dilaksanakan dengan mengetuk satu pintu ke
pintu yang lain, termasuk rumah orang yang lebih kaya darinya namun tetap
meminta dijadikan penerima bantuan tersebut.
Drama demi drama dihadapi dengan
penuh keteguhan, hingga pada akhirnya data yang disetorkan dibahas di Balai
Desa. Pak RT menjadi bahan perundungan, tidak hanya oleh tetangga dekat.
Ternyata oleh tetangga jauh lebih menohok.
Cerita itu terjadi akhir triwulan
pertama tahun ini di hampir seluruh desa di tanah air ini. Kini seluruh jenis
bantuan Jaminan Sosial, termasuk Bantuan Langsung Tunai Dana Desa (BLT-DD) hasil
jerih payah pendataannya sudah memasuki tahap kedua. Insentif untuknya tak
kunjung cair. Tetangganya sudah menikmati dua kali Rp600 Ribu. Dia tetap gigit
jari. Dan olok-olok masih tetap terarah pada dirinya, oleh tetangganya yang tak
menerima.
Kecamuk di dadanya semakin bergemuruh. Heboh sendiri melebihi drama
perselisihan antara seorang artis yang kini jadi anggota parlemen dengan
anak-anaknya di media social. Maksud hati menghibur diri dengan menonton
televisi tabung butut miliknya. Ternyata berita-berita yang muncul semakin
menyudutkannya.
Selang sehari, pada siang yang terik selepas dari sawah yang
tanaman padinya diancam hama tikus, akhirnya dia bergegas ke Balai Desa. Tanpa
basa-basi langsung menemui Kepala Desa yang saat itu sedang bercengkerama dengan
sejumlah perangkat di pojok pendopo desa.
“Pak, setelah saya hitung, insentif
setahun saya ini sedikit. Lebih banyak jumlah BLT-DD. Saya mau mundur dari RT
dan minta menjadi penerima BLT-DD saja. Pokoknya saya mundur pak,” tegas Pak RT
tanpa pembuka kata. Bahkan belum sempat Kepala Desa atau perangkat lain
menjawab, dia sudah balik kucing tanpa pamit.
“Kalkulasi bisnisnya mateng.”
seloroh Kepala Desa sembari masuk ruang kerja setelah membuang putung rokok
kretek yang masih ada bara asapnya .###
Bojonegoro, 10062020
Garda depan
ReplyDeleteLemah teles Tee....
ReplyDeleteMasuk
ReplyDeleteHeemmm
ReplyDeletehe he he
ReplyDeleteKasiaaan tee
ReplyDelete